Kamis, 1 Desember 2016 | teraSeni~
Bunyi bising dari mesin memenuhi ruangan gedung pertunjukan. Panggung ditutupi oleh beberapa tirai merah, dua lampu sorot berwarna merah yang kedudukannya berada di sisi kanan dan kiri penonton, cahayanya vertikal menembak tirai merah yang menutupi panggung. Mata jadi perih menyilaukan, penonton tampak gelisah, apakah ini awal dari “teror” yang suasananya memang ingin dicapai pertunjukan.
The Assembly of Animals-Tim Spooner dari Inggris saat berpentas di Ladang Tari Nan Jombang, Padang (Foto: Andre Pratama) |
Untuk sementara saya menyimpulkan itu memang suasana awal yang ingin dicapai pertunjukan ini, mengingat pertunjukan yang berjudul The Assembly of Animals karya Tim Spooner, seorang visual artist muda dari Inggris, yang mengadakan pertunjukan di 4 kota di Indonesia: Padang, Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta dari tanggal 22 November – 4 Desember 2016 ini memang membatasi jumlah penontonnya pada setiap pertunjukannya. Pada pertunjukan yang diadakan di Padang, di Ladang Tari Nan Jombang, pada 22 dan 23 November 2016, ruang pertunjukan Manti Menuik yang berkapasitas 200 penonton ini, pada pertunjukan kali ini hanya dibatasi sekitar 70 penonton saja atau sepertiga dari kapasitas penonton gedung pertunjukan ini.
Tirai merah paling depan perlahan tersibak. Tampak seseorang berdiri di belakang sebuah meja seukuran 100 x 50 cm. Di atas meja itu tampak penuh dengan perangkat dan sebuah boneka binatang yang barangkali itu adalah boneka domba. Kabel-kabel bersileweran di atas panggung, menghubungkan meja satu ke meja lainnya. Ada 9 meja di atas panggung dan kesembilan meja itu punya tirai penutup masing-masing yang juga berwarna merah.
Para Performer The Assembly of Animals-Tim Spooner memainkan materi-materinya (Foto: Andre Pratama) |
Laki-laki di belakang meja itu kemudian memainkan bonekanya—bukan dengan cara menyentuhnya, namun dengan sebuah alat. Boneka di atas meja itu bergerak maju. Lalu laki-laki itu kemudian pindah ke meja lain yang tirainya telah tersingkap. Juga, memainkan bonekanya di sana, membedahnya, dan lainnya. Begitu seterusnya, dari meja satu ke meja yang lainnya. Ada boneka yang jatuh begitu saja dari atas meja dan laki-laki itu membiarkannya saja, ada boneka yang sengaja dihadapkan di depan kipas angin sehingga boneka itu terlempar oleh anginnya, dan laki-laki itu tetap membiarkan saja—malah ia pindah ke meja lain. Ada plastik yang tertiup angin sehingga membentuk sebuah rupa binatang.
Setelah semua tirai merah di atas panggung tersibak, baru dapat dipahami bahwa panggung ini adalah sebuah laboratorium ilmu eksak (laboratorium fisika). Bukanlah sebuah panggung yang dibagi ke dalam beberapa panggung kecil dengan beberapa meja. Kabel-kabel elektronik, tekanan-tekanan udara, kumparan dinamo, kutup-kutup maknet, memenuhi meja-meja tersebut dan saling terhubung. Bunyi dinamo yang berputar atau bunyi tekanan angin yang berhembus sengaja tidak diredam, malah menjadi bagian tersendiri untuk mengisi musik dan membangun suasana pertunjukan.
Salah satu adegan The Assembly of Animals-Tim Spooner (Foto: Andre Pratama) |
Tiga orang yang ada di atas panggung—termasuk laki-laki yang menggerakkan boneka—tidak lebih dari sekedar operator. Laki-laki yang menjadi operator menggerakkan boneka itu adalah Tim Spooner, yang menjadi sutradara dari pertunjukan ini. Sutradara ini dibantu oleh dua orang lagi. Seorang perempuan yang tampaknya bertugas sebagai operator mekanik dan seorang laki-laki lain yang duduk di meja paling belakang sebagai operator material.
Dengan begitu, pertunjukan The Assembly of Animals ini benar-benar menjadi pertunjukan non manusia. No human material atau tanpa materi manusia, sebagaimana konsep dari pertunjukan ini benar-benar berjalan. Narasi pertunjukan memang diserahkan penuh pada mesin. Begitu juga dengan pergerakan boneka-boneka binatang yang ada di atas ‘panggung’nya, juga diserahkan kepada mesin, semisal boneka binatang yang bergerak maju namun kemudian tiba-tiba bergerak mundur atau malah berbalik arah. Pergerakan tersebut, seperti diakui Tim Spooner sendiri, benar-benar pergerakan yang tidak terduga, yang murni hasil dari getaran yang bersumber dari dinamo yang dipasangnya pada meja tersebut. Jadi, operator benar-benar hanya bertugas untuk menghidupkan dan mematikan mesin, juga bertugas untuk meletakkan boneka binatang itu pada titik demo yang akan dilakukannya.
Inilah kemudian, apa yang membedakannya dengan teater boneka pada umumnya ataupun wayang seperti yang ada di Indonesia. Teater boneka ataupun wayang masih melibatkan manusia sebagai pengendali, atau lazim disebut dengan dalang. Dalang mengendalikan langsung boneka atau wayangnya, sehingga narasi panggung tetap berada pada dalangnya. Tugas yang jauh berbeda dengan operator pada pertunjukan ini, manusia benar-benar hanya sebatas petugas yang menghidupkan dan mematikan mesin. Dengan artian, manusia yang ada di atas pentas (3 orang operator tersebut) benar-benar tidak dihitung sebagai bagian dari pertunjukan.
Para Performer The Assembly of Animals-Tim Spooner di hadapan berbagai materi yang mereka mainkan (Foto: Andre Pratama) |
Itulah tujuan Tim Spooner selaku sutradara pertunjukan. Ia benar-benar ingin menemukan dan mencari hakikat dari material itu sesungguhnya dan mengembalikannya ke asalnya (transendental), seperti yang diterangkannya. Pertanyaannya, sudahkah pada pertunjukan itu, Tim Spooner yang sebagai operator itu sudah mampu melepaskan diri sebagai manusia dan benar-benar hanya sebagai operator dari mesin yang sedang menjalankan narasi pertunjukannya?
Sehabis pertunjukan, penonton dipersilakan untuk naik ke atas panggung untuk melihat lebih jelas dan detail tentang materi-materi yang baru saja didemokan itu. Tim Spooner beserta timnya dengan gembira bersedia mendampingi para penonton untuk melihat materinya dan meladeni begitu banyak pertanyaan tentang materi pertunjukannya tersebut. Seperti yang sudah diduga, begitu banyak penonton yang terkaget dan tidak menyangka setelah mendengar penjelasan dari Tim Spooner langsung. Semisal, bahwa boneka-boneka itu digerakkan oleh getaran pada meja bukan ia yang menggerakkan. Atau ia tidak melakukan pertunjukan, ia hanya sebagai operator, dan upaya yang ia lakukan tadi seperti mengeluarkan isi perut binatang adalah upaya atau kerja operator, ia hanya membantu penonton untuk dapat menangkap setiap momen pada pertunjukan ini lebih detail. Penonton-penonton yang bertanya itu pun kemudian mengangguk dengan mulut sedikit menganga. Takjub. Atau cengang.
Tiga kali pertunjukan, ditambah satu kali workshop dari Tim Spooner langsung pada tanggal 22 dan 23 November 2016 ini di Padang adalah dua hari yang berbeda dalam dunia pertunjukan di Sumatera Barat pada tahun 2016 ini.