Pilih Laman

Kamis, 29 September 2016 | teraSeni~


Beberapa waktu lalu, terhitung tanggal 1 sampai 9 Agustus 2016 telah diadakan sebuah program kegiatan bertajuk Sasikirana Dance Plus di Nuart Sculture Park, sebuah artspace milik Nyoman Nuarta yang terletak di Bandung. Kegiatan itu melanjutkan suksesnya kegiatan pementasan dan workshop serupa tepat satu tahun yang lalu, yang digagas oleh Keni Soeriaatmadja.

Melalui kegiatan yang mendapatkan dana hibah dari Djarum Foundation ini, dapat dilihat geliat komunitas seni pertunjukan di Indonesia pada hari ini.  Maksudnya, kegiatan itu dapat mewakili untuk melihat bagaimana para seniman seni pertunjukan membentuk karyanya dengan berbasis pada gagasan dan wacana tentang kehidupan sosial di sekitarnya. Kegiatan ini bertujuan untuk mempertahankan, mengembangkan, serta menghidupkan kembali spirit penciptaan seni, yang tampaknya mulai hilang di kancah seni pertunjukan Indonesia, khususnya di kancah seni tari kontemporer.

Arco Renz dan Eko Supriyanto-teraSeni
Mentor dan kurator SKDC 2016
Arco Renz (Belgia) dan Eko
Supriyanto (Indonesia) sedang memberikan arahan(Foto: kakangandy)

Persoalan utama yang dihadapi oleh dunia kesenian saat ini adalah berkurangnya daya kritis dan kurangnya apresiasi para seniman muda terhadap perkembangan seni tari dunia, terutama dalam ranah tari kontemporer.  Di lain sisi, hal itu ditambah pula oleh minimnya kemauan para seniman muda untuk mencoba keluar dari zona nyamannya masing-masing.

Padahal, sangat berguna untuk mencoba berbagai hal baru dalam berkesenian dan dalam pencarian ilmu pengetahuan. Memang, perjalanan untuk sampai pada komitmen untuk terus aktif bergerak bukan perkara yang mudah. Hal itu membutuhkan proses yang panjang, suatu perjalanan dari satu titik ke titik lainnya. Sebab perjalanan itu menyangkut bukan hanya masalah kapan hasilnya akan muncul, tetapi bagaimana menghargai setiap titik dari perjalanan itu hingga akhirnya sampai ke titik yang dituju atau dicita-citakan.

Saat ini sebenarnya sudah banyak wadah untuk berkreativitas, tetapi para seniman muda belum memanfaatkannya secara optimal. Kebanyakan malah tidak tahu, dan hanya beberapa saja yang berusaha mencari tahu tentang keberadaan wadah-wadah tersebut. Itupun hanya sedikit seniman muda yang kemudian mampu memanfaatkan wadah-wadah itu dengan baik untuk memunculkan kreativitasnya sendiri. Entah karena mereka belum mampu keluar dari zona nyamannya, atau karena tidak mau tahu, atau karena berfikir bahwa hal itu akan merugikan mereka secara finansial.

Hal yang wajib diperhatikan ialah bahwa seniman-seniman yang sekarang ini terkenal rata-rata pernah melewati fase-fase yang sulit, bahkan ada yang pernah terpuruk, sebelum akhirnya menikmati kesuksesan seperti pada saat sekarang. Apalagi, berbicara mengenai gagasan karya seni haruslah disertai dengan tindak lanjut berupa perwujudan dari gagasan yang ingin dilaksanakan itu. Tentu saja itu juga bukan perkara yang mudah, tapi kenyataannya setiap seniman tetap harus melaluinya.

Sasikirana Dance Camp Plus (SKDC) yang lahir dari inisiatif Bengkel Tari Ayu Bulan (BTAB) terdiri dari KoreoLAB dan Dance Camp. SKDC menjadi wadah penampilan serta pembelajaran seni pertunjukan di Indonesia, yang memfasilitasi berbagai kegiatan laboratoris secara berkala bagi seni pertunjukan Indonesia. Karena itu wajar bila SKDC menjadi salah satu sasaran para seniman muda, yang ingin berjuang mengembangkan kreativitasnya. Mereka terutama mengharapkan sarana untuk berkreativitas serta berproses karya seni.

SKDC melakukan penyeleksian secara tertutup oleh para mentor dan kurator. Penyeleksian dilakukan untuk mendapatkan nama orang-orang yang kemudian dipilih untuk difasilitasi dalam berkreativitas. Namun bukan berarti bahwa mereka yang tidak lulus tidak lebih baik. Hanya saja mereka yang terpilih dianggap bisa memberikan kontribusi tertentu dan cocok untuk kegiatan ini.

Karenanya, para mentor serta kurator juga ditantang untuk membuktikan kepada mereka yang tidak terpilih bahwa ada kelebihan atau bahkan keunikan tersendiri yang dimiliki oleh para peserta yang lulus seleksi. Pemahaman tentang hal seperti ini harus dimiliki para seniman muda yang terlibat dalam SKDC, untuk juga digunakan dalam berdiskusi dan bertindak guna mewujudkan impian mereka di seni pertunjukan khususnya tari kontemporer.

Terdiri dari 25 Peserta Dance Camp, 6 Peserta KoreoLAB, 3 Mentor, serta 1 Kurator, perhelatan kegiatan ini telah turut memberikan warna tersendiri bagi dunia tari kontemporer. Kegiatan ini bukan hanya berskala Nasional tetapi bahkan Internasional, karena tidak hanya berbicara tentang dunia seni pertunjukan Indonesia, tetapi berbicara juga tentang negeri tetangga. Dalam kata lain, SKDC memberikan kontribusi yang sangat signifikan untuk membentuk jaringan kerjasama antar daerah bahkan antar negara, dengan menghubungkan seniman antar pulau di Indonesia dan bahkan Luar Negeri.

Secara tidak langsung, SKDC seperti ingin menyatakan bahwa seniman Indonesia mampu mengemban misi untuk mengembangkan seni pertunjukan tari kontemporer di Indonesia. Bahkan, SKDC seperti menyatakan bahwa seniman Indonesia dapat turut berkontribusi dalam kancah tari dunia.

Keluarga Sasikirana Dance Plus 2016-teraSeni
Keluarga Sasikirana Dance Plus 2016
berfoto bersama di Nuart Sculpture Park, Bandung
(Foto: kakangandy)

Para peserta seniman muda nasional yang kemudian terpilih dalam SKDC 2016 adalah Dewi Safrila Darmayanti (Pekanbaru), Ferry Cahyo Nugroho (Magetan), Andhika Annisa (Bali), Heidy Dwiyanti (Bekasi), Herdi Muhammad (Bandung), Sherli Novalinda (Padangpanjang), Syifa Nur Muslim (Bandung), Eka Wahyuni (Berau), Tutu Wisti Sabila (Klaten), Razan Mohammad (Jakarta), M. Dinu (Malang), Junaida (Medan), Satriya (Bekasi), Laila Putri (Serang), Fernandito (Maluku Utara), Greatsia Yunga (Maluku Utara), Veyndi Dangsa (Maluku Utara), Patricia (Malang), Josh (Jakarta), R. Angga (Bandung),  dan Rosalia (Yogyakarta), serta ditambah peserta Internasional yaitu Lim Pei Ern (Malaysia), Dinie Dasuki (Singapura), Sompong Leartvimolkasame (Thailand), dan Ari Rudenko (Amerika Serikat).

Enam  Peserta KoreoLAB yang terpilih adalah Muhammad Asri Bin Razali (Singapura), Yudi Tangker (Tanjung Pinang), Dekgeh (Bali), Tyoba Armey (Bandung), Siska Aprisia (Padangpanjang), dan Ridwan Aco (Makasar).  Adapun para mentor dan kurator dalam SKDC 2016 yaitu Hartati (Indonesia), Faturrahman Bin Said (Singapura), dan Arco Renz (Belgia), sementara yang bertindak sebagai kurator/observer adalah Eko Supriyanto (Indonesia).

Melalui dialog antara enam peserta KoreoLAB dengan Dance Camp untuk pemecahan masalah konsep/gagasan karya, muncul ke permukaan kesadaran bahwa sebuah berbagai masalah dalam proses penciptaan karya seni haruslah dipecahkan secara bersama dan harus melalui bekerjasama satu sama lain. Hal itu karena disini bukan hanya berbicara tentang karya para peserta KoreoLAB tapi SKDC mengungkapkan bahwa karya seni adalah punya kita bersama, bahkan punya masyarakat.

Untuk itu sikap terbuka harus dimiliki setiap peserta, yang juga harus dimiliki dalam proses berkarya secara umum. Kenapa demikian? Karena untuk pemecahan setiap persoalan diperlukan diskusi dan sumbang saran dari peserta lain. Umunya, pada saat berdiskusi itulah maka akan didapatkan pencerahan untuk memecahkan masalah, bahkan seringkali hal baru muncul untuk saling mengingatkan.

Sasikirana Dance Camp 2016-teraSeni
Suasana Diskusi dalam SKDC 2016
(Sumber Foto: kakangandy

Arco Renz menyampaikan suatu pandangan yang menarik. Menurutnya  seni tari di Indonesia terbentuk dalam lintasan kebudayaan plural dan saling berkaitan satu sama lain. Tantangan para seniman tari Indonesia adalah menciptakan karya dalam konsisi multi-polar ini, dan pada saat yang sama mesti mampu bersimpangan dalam dimensi ruang dan waktu yang dinamis. Mereka harus mensinergikan gaya tradisional dengan gaya pergerakan terkini, masa lampau dengan sekarang, lokal dengan global.

Program SKDC bersama mentor sertak secara umum memberikan pemahaman tentang pentingnya pemecahan gagasan untuk kemudian mentransfernya ke tubuh, sehingga tubuh dapat berfikir dan terbuka menerima keseluruhan gagasan tersebut. Melalui SKDC, diharapkan para seniman muda yang sudah cukup waktu berkecimpung di bidang seni pertunjukan mampu memberikan atau menyokong para seniman muda lainnya dalam proses berkarya. SKDC diharapkan dapat terus menjadi ruang diskusi yang terbuka, dan bukannya menjadi bentuk tekanan tertentu.

Harapannya, karya-karya pertunjukan yang diinisiasi melalui kegiatan ini dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para peserta koreoLAB, yang dipandang potensial di daerahnya masing-masing, sambil terus mendapatkan pendampingan berkelanjutan dari para mentor dan kurator. Dengan mempersiapkan langkah-langkah strategis, SKDC bercita-cita untuk dapat membantu produksi dari karya-karya yang diinisiasi tersebut, sehingga bisa ditampilkan di panggung yang lebih luas cakupannya. Meski ke depan perjalanan yang harus dihadapi akan lebih luas cakupannya, setidaknya kegiatan ini telah memberikan harapan kepada generasi seniman muda yang produktif untuk menyumbangkan suaranya, daya kreatifitasnya bagi keberagaman budaya dunia.