Kamis, 29 Juni 2017 | teraSeni.com~
Dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, jarang dibicarakan oleh masyarakat luas. Khususnya dalam konteks hubungan saling menguntungkan yang dapat dibangun antara perguruan tinggi dan daerah, serta masyarakat, di sekitarnya. Tulisan ini merupakan sebuah usaha untuk melihat kemungkinan yang dapat dilakukan untuk mewujudkan harapan tersebut. Perhatian saya fokuskan pada keberadaan program master atau pascasarjana dalam bidang kebudayaan yang ada di beberapa perguruan tinggi di Sumatera Barat.
![]() |
Sketsa berjudul “Anjungan Sumatera Barat di Taman Mini Indonesia Indah,” karya Body Dharma (Sumber: http://bodydharmasketsaindonesia.blogspot.co.id) |
Dalam sebuah diskusi yang cukup panjang di sebuah grup media sosial, banyak pandangan tentang keberadaan dan bertambah banyaknya program-program pascasarjana dalam bidang budaya di Sumatera Barat. Sebuah kenyataan yang harus disambut dengan suka cita, karena semakin banyak mahasiswa, pemikir, penelitian, dan karya-karya dalam bidang budaya di daerah ini. Produksi intelektual yang berlimpah tentu akan sangat membantu untuk mengatasi masalah-masalah social budaya, atau setidaknya menjadi bahan pertimbangan dalam program-program kebudayaan.
Bagi pemerintah dan masyarakat Sumatera Barat, keberadaan program-program pascasarjana ini tentu menjadi sumber baru dalam mengenal dan memahami kekayaan kebudayaan. Mau tidak mau, akan bertambah penelitian mengenai kebudayaan. Sebuah ranah pengetahuan yang menjadi kekuatan besar dalam sejarah intelektual di provinsi ini. Seperti yang telah ditunjukkan oleh para sastrawan, intelektual, jurnalis, politikus, ulama, diplomat, seniman, dan lainnya yang lahir dari daerah ini.
Harapan besar ini tentu saja akan menemukan wujudnya jika perguruan tinggi memiliki hubungan dialogis dan saling menguntungkan dengan pihak luar kampus. Proses pendidikan yang terjadi di dalam kampus harus membawa persoalan-persoalan dalam masyarakat. Tidak cukup dengan program formal seperti pengabdian masyarakat atau penelitian, namun yang lebih penting, menurut saya, dalam hal ini adalah publikasi, luaran hasil-hasil program tersebut. Publikasi dapat menjadi jembatan antara perguruan tinggi dengan masyarakat, dan jika memungkinkan dengan pihak ketiga yang akan menggunakan hasil-hasil penelitian.
Saya mencermati program pascasarjana karena pada tingkatan ini para pembelajar berhadapan dengan persoalan dan juga dikenalkan dengan kemampuan teoritis maupun metodologis untuk memecahkannya. Selama ini, produksi wacana, ilmu pengetahuan, dan proses pembelajaran di perguruan tinggi masih sangat terbatas sekali diakses oleh publik. Yang banyak menggunakannya, meskipun juga dalam jumblah yang masih belum banyak, adalah industri, lembaga pemerintah, dan juga lulusan yang menjadi tenaga ahli atau tenaga kerja yang mencerminkan hasil proses yang ada. Padahal, poros utama dari semua itu adalah perguruan tinggi yang harus memiliki pusat dokumentasi, perpustakaan, dan publikasi yang dapat menyediakan seluruh rekaman capaiannya untuk diakses.
Program-program pascasarjana dalam bidang kebudayaan, yang menjadi perhatian saya, di Sumatera Barat sudah cukup banyak. Di Universitas Andalas, beberapa fakultas memiliki program monodisiplin seperti di FISIP (sosiologi dan antropologi), FHUKUM (ilmu hukum), FIB (sastra, linguistik, kajian budaya, dan sejarah). Sementara di UNP terdapat beberapa kajian ilmu dengan basis pendidikan. Di UIN Imam Bonjol juga telah ada beberapa program studi, khususnya dengan pendekatan keagamaan yang sangat diperlukan di Sumatera Barat. Studi kajian dan penciptaan seni di ISI Padangpanjang turut melengkapi kebutuhan pada kajian-kajian kebudayaan. Beberapa program studi yang berbasis multi disiplin juga telah ada, misalnya kajian wilayah atau sosial ekonomi pedesaan.
Dari gambaran sederhana mengenai persebaran dan keberagaman program-program pascasarjana di atas, tantangan besarnya adalah bagaimana membuat sebuah atau beberapa program yang dapat memaksimalkan peran penting perguruan tinggi, khususnya program studi magister dalam bidang kebudayaan, bagi masyarakat atau daerah. Dari diskusi yang telah berlangsung di sebuah grup yang disinggung di awal tulisan ini, setidaknya ada dua hal penting yang dapat dilakukan. Pertama adalah adanya pertemuan ilmiah reguler. Dalam pertemuan reguler ini mahasiswa dan dosen dari berbagai perguruan tinggi dan prodi di atas dapat menyampaikan hasil-hasil kajian, berbagi pandangan atas kasus-kasus penting, hingga masukan-masukan yang berarti dalam penelitian yang sedang dilakukan. Bisa jadi kegiatan seperti ini dapat dinaungi oleh sebuah konsorsium bidang ilmu dan pemerintah daerah.
Hasil-hasil dari pertemuan ilmiah reguler ini dapat diteruskan pada kegiatan kedua, yaitu penerbitan jurnal atau majalah akademis. Jurnal atau majalah akademik ini dapat membantu ketersebaran hasil-hasil kajian atau penelitian, yang dapat membantu masyarakat luas untuk memahami kebudayaan dan segala kekayaan budayanya. Hanya dengan cara yang reguler dan terus menerus seperti inilah kita dapat membangun kesadaran akan pentingnya kebudayaan. Namun patut disadari, usulan program seperti ini akan membawa kerja pada kondisi yang sunyi, meskipun penting. Karena itu, alas utamanya adalah kesadaran untuk membangun kebudayaan dalam waktu yang lama, membutuhkan kesabaran, tidak populer, dan kadang ancaman masalah pendanaan.
Saya kira, masyarakat, dan bila mungkin pemerintah, Sumatera Barat memerlukan program seperti ini. Dan saya juga mengira para pengelola program studi pascasarjana yang saya singgung di atas akan dapat mempertimbangkan usulan ini. Kalau sudah ada perhatian dan pemahaman yang sama, langkah selanjutnya saya kira, lagi-lagi, akan semakin ringan untuk ditempuh.
Demi kedjajaan kebudajaan.