Jumat, 20 Oktober 2017 | teraSeni.com~
“Mari kita bersama-sama berada dalam ruang angan-anganku”
Demikian sepenggal kalimat ajakan yang dilontarkan oleh Untung Basuki kepada hadirin dalam ruang pagelaran lagu puisi, Senin malam, 2 Oktober 2017 di Pendhapa Art Space Sewon Bantul. Untung Basuki mengajak hadirin yang berada di arena pagelaran untuk masuk ke dalam dimensi waktu masa lampaunya. Masa lampau Untung Basuki ketika dalam proses kerja kreatif untuk menghadirkan karya lagu puisi-puisinya. Setting panggung yang dibuat meniru kamar tidur Untung Basuki di masa muda, memberi efek visual yang melengkapi romantisme masa lampau seorang Untung Basuki. Pergelaran ini semacam “rekonstruksi”, reka ulang peristiwa-peristiwa kebertubuhan Untung Basuki. Mencoba merefleksikan kembali jengkal demi jengkal pengalaman hidup yang pernah dilaluinya.
![]() |
Senin malam, 2 Oktober 2017 di Pendhapa Art Space, Untung Basuki mencoba merefleksikan kembali jengkal demi jengkal pengalaman hidup yang pernah dilaluinya (Foto: Rakhmat) |
Untung Basuki dan Ruang Angan-angannya
Karya-karya lagu puisi Untung Basuki merupakan hasil respon dari apa yang ia lihat, dengar, rasakan dari dalam diri dan lingkungan. Karya lagu puisi yang membicarakan tentang dirinya sendiri juga menjadi media untuk membicarakan wacana kritis atas konstelasi sosial politik pada masa itu. Lagu puisi yang tercipta atas intuisi dan digarap melalui daya musikal seorang Untung Basuki. Ia berujar bahwa lagu puisinya diciptakan berasal dari “lubuk hati”. Lubuk hati yang menghadirkan lapis-lapis estetis kemudian memberi efek perasaan kepada penikmatnya.
Diawali dengan lagu puisi berjudul Lepas-lepas, kemudian Pakde (panggilan akrab kami) masuk mengelilingi arena pagelaran menggunakan sepeda onthel. Lalu ia naik di atas panggung, dengan senyum khas dan perawakan yang tidak muda lagi, namun tetap energik , Pakde menyapa hadirin yang mayoritas adalah teman-teman “seperjuanganya” dengan ramah. Pergelaran yang komunikatif dan tidak terkesan formal melarutkan hadirin dalam suasana yang santai dan penuh dengan kebersahajaan. Malam itu Pakde tidak sendirian di atas panggung, ia ditemani oleh beberapa sahabat-sahabatnya antara lain Navika Pramestya dan Picul Siwi Asmara. Bersama Vika, Pakde menyanyikan lagu puisi berjudul Ingin Ku Gambar, sedangkan bersama Picuk Siwi Asmara, Pakde membawakan lagu puisi berjudul Hutan Pinus.
![]() |
Untung Basuki mengajak hadirin untuk masuk ke dalam dimensi waktu masa lampaunya, ketika ia menciptakan karya lagu puisi-puisinya (Foto: Rakhmat) |
Sebagai seorang seniman dengan latar belakang pendidikan seni rupa dan pernah menimba ilmu sastra dan teatrikal di Bengkel Rendra, karya-karya lagu puisi Untung Basuki memiliki karakteristik yang unik, salah satunya yaitu warna suara pakde Untung yang kental dengan dialek Jawa, menghadirkan intonasi dan artikulasi yang medog. Susunan nada-nada lagu terkesan sederhana, tidak berkutat pada teknik vokal atau permainan gitar yang rumit, lirik-lirik dengan bahasa yang lugas namun tetap terasa puitis salah satunya dalam penggunaan metafora-metafora didalam sajaknya. Pembawaan musikal yang “apa adanya” menyiratkan “kesederhanaan” Untung Basuki dalam kesehariannya, tercermin juga dalam karya-karyanya.
Karya-karya lagu puisi Untung Basuki merupakan olahan kreatif atas aktivitas ide dan imajinasi seorang perupa. Pertunjukan Untung Basuki dan lagu puisinya terbaca bak “rupa nada”, ibarat lukisan yang melantunkan nada-nada. Lukisan yang lazimnya dinikmati oleh pandangan mata, menjadi lukisan auditif yang tak tertangkap oleh visual, yang terletak dalam bayang-bayang imajinasi. Penggambaran panorama imajinatif dan interpretatif sebagai respon pengalaman diri, kemudian diwujudkan dalam karya lagu puisi. Penciptaan karya musik melalui kacamata seorang perupa dengan bekal estetisnya, menghadirkan elaborasi ide-ide musikal yang nampak dalam salah satu lagu berjudul “Ingin Kugambar”.
Penulis membaca lagu tersebut sebagai ruang “negosiasi” diantara ide/gagasan dan gambar, antara ide dan gambar tersebut terdapat ruang kreatif, ruang kerja kreatif seorang Untung Basuki untuk menghadirkan lagu puisi. Entah siapa yang ia ingin gambar, entah siapa yang ia imajinasikan. Entah terealisasi atau tidak, karya berupa gambar dari sosok subyek yang ingin Pakde gambar, yang jelas ada satu harapan yang ingin diungkap dalam lagu ini, sebuah harapan besar yang tersirat pada akhir liriknya yaitu “Matanya tajam menembus, masa depanku, basuki.. basuki.. basuki.. basuki”.