Selasa, 27 September 2016 | teraSeni~
Bicara pantomime kita bicara gerak, ekspresi, cerita dan pesan. Secara umum pantomime itu termasuk bidang seni teater, dimana seni pantomime juga bisa dihadirkan ke atas panggung layaknya sebuah pertunjukan teater yang utuh, dengan menggunakan lighting, sound system dengan menghadirkan penonton di ruang pertunjukan. Tapi pantomime itu sendiri lebih dominan menggunakan ‘bahasa’ melalui tubuh dan ekspresi untuk menyampaikan pesan melalui cerita atau peristiwa yang ditampilkan.
Penyampaian pesan melalui cerita atau peristiwa dalam pantomime, ditandai dengan tanpa mengeluarkan kata-kata verbal. Meski demikian, pertunjukan pantomime biasanya dibantu dengan ilustrasi musik. Menurut sejarahnya, seni pantomime ini sudah mulai ada sejak zaman Romawi kuno, yakni sebagai bagian dari acara ritual keagamaan. Pantomime semakin berkembang pada abad ke 16 terutama di Italia, yang ketika itu mencoba menawarkan pertunjukan yang berupa komedi, yang dikenal dengan nama commedia del’arte. (Yudiaryani, 2009)
![]() |
Salah satu penampilan Buluketekmime, sebuah grup pantomime di Sumatera Barat |
Di Indonesia, perkembangan seni pantomime pertama kali dimulai ketika kesenian ini mulai dibawakan oleh seniman-seniman lokal, terutama para seniman tari dan teater. Ada beberapa tarian yang dikatakan mirip dengan pantomime, sementara terdapat pula para aktor teater yang menjadikan pantomime sebagai bentuk latihan keaktoran. Nama-nama yang hari ini akrab kita dengar sebagai para pelopor pantomime di Indonesia adalah Sena Utoyo dan Didi Petet dengan kelompoknya Sena Didi Mime, serta Jemek Supardi di Jogjakarta. Pada era selanjutnya, muncul pula nama Septian Dwi Cahyo di Jakarta dan Dede Dablo di Bandung.
Pada perkembangannya, di masa kini ada banyak seniman muda pantomime lainnya yang lahir dengan latar belakang berbeda, baik yang belajar pantomime secara akademik maupun yang otodidak. Mereka inilah yang semakin mengembangkan pantomime di Indonesia, dan pada akhirnya menumbuhkan banyak komunitas-komunitas pantomime dengan aliran-aliran yang bervariasi yang semakin berkembang luas. Di Jogjakarta, misalnya, kini ada Andi SW dengan Bengkel Mime, sementara di Bandung, ada Wanggi Hoediyatno. Berkat mereka, kini pantomime semakin dikenal luas dalam kancah seni pertunjukan.
Perkembangan Pantomime di Sumatra Barat
Di Sumatera Barat, pantomime sekarang ini juga mulai muncul ke permukaan. Apalagi dengan diadakan FLS2N (Festival Lomba Seni Siswa Nasional), dimana pantomime menjadi salah satu cabang seni yang diperlombakan. Program FLS2N ini membuka ruang bagi penggelut pantomime di Sumatera Barat untuk dapat memperlihatkan eksistensinya dalam dunia seni pantomime. Bahkan tidak sedikit yang bercita-cita untuk dapat membangun dunia seni pantomime Sumatra Barat yang dapat hadir dan bicara di kancah nasional sebagai penampil pantomime terbaik.
Hal ini sangat mungkin dicapai dan dapat dimulai dari daerah masing-masing (kota dan kabupaten), karena Sumatra Barat sendiri telah banyak melahirkan seniman-seniman yang tidak kalah saing dari seniman daerah lainnya. Sumatra Barat memiliki potensi yang cukup besar dalam mengembangkan seni pantomime, terutama dengan adanya kampus seni ISI Padangpanjang. Komunitas-komunitas pantomime pun kemudian telah banyak lahir dari kampus ISI Padangpanjang ini.
Hal itu dimulai sejak tahun 2008 dengan berdirinya komunitas pertama pantomime bernama Batahimime, dipimpin oleh M. Hibban Hasibuan dan Angga Pranata. Dua orang inilah yang masih aktif dalam bekarya pantomime sampai sekarang. Mereka kemudian menumbuhkan generasi-generasi penerus dengan hadirnya kelompok Buluketekmime pada tahun 2012 dengan penggerak Frisdo Ekardo dan Alhamda Agista Daulay. Selajutnya pada tahun 2013, merekapun juga menghadirkan generasi baru dan bersama-sama membangun kelompok baru dengan nama Bem Colegas, yang para anggotanya hingga sekarang masih aktif dalam berpantomime di antaranya Ahmad Ridwan Fajri, Ridho Putra, serta Radhen Afrizal Gilang Anarki.
Kehadiran berbagai komunitas pantomime ini selanjutnya menumbuhkan generasi selanjutnya dengan cara saling berbagi. Pada tahun 2014, hadirlah sebuah komunitas dengan nama Boel Mime dengan anggota aktif Fajar Eka Putra dan Hamdany, dan yang terakhir hadir pula komunitas muda pada tahun 2015 dengan mengangkat bendera baru atas nama Spaydermime yang dimotori oleh ketuanya Sharul Nizam bersama sekitar 15 orang anggota. Pada tahun selanjutnya, sudah mulai pula timbul kesadaran untuk mengembangkan kesenian pantomime ini ke luar kampus dengan hadirnya beberapa komunitas di luar kampus. Akhir-akhir ini hadir komunitas yang mencoba konsisten di bidang pantomime dengan nama Antarkita Mime, yang diketuai oleh Bidin, seorang pemuda asal dari kota Bukittinggi, dengan dibantu dengan beberapa anggotanya. Komunitas ini mencoba mengembangkan pantomime di kotanya sendiri..
Kreatifitas Pantomime di Sekolah dan Masalahnya
Sejauh yang dapat diamati dari proses berpantomime selama ini, kesenian yang satu ini tampaknya dapat memiliki manfaat bagi pendidikan. Manfaat belajar pantomime atau seni ekspresi ini bagi anak-anak, terutama kalangan sekolah dasar, antara lain ialah: (1) mengajarkan keterampilan; (2) mengajarkan percaya diri; (3) meningkatkan daya tanggap anak; (4) membangun imajinasi-imajinasi cerdas; (5) menghargai waktu, karena pantomime mengajarkan untuk mengingat setiap adegan-adegan yang telah ditetapkan dalam cerita; dan (6) membangun karakter setiap anak yang mempelajarinya.
Dengan manfaat serupa itu, seni pantomime membantu seorang anak berfikiran positif dengan menciptakan karakter, serta memiliki mental kuat dan keterampilan dalam kesehariannya. Tidak hanya itu saja, manfaat pantomime yang terbesar adalah karena kesenian ini mendidik seorang anak menjadi ekspresif, komunikatif dan aktif di setiap lingkungan yang mereka hadapi. Singkat kata, pantomime memberikan kepada anak-anak yang mempelajarinya rasa percaya diri yang tinggi untuk bersosialisasi antar sesama manusia.
Dalam rangka perlombaan FLS2N yang diadakan di Sumatra Barat saya mengamati ada beberapa sekolah di daerah Sumatra Barat yang berlomba-lomba mencari tenaga pengajar pantomime untuk membina pelajar di sekolah-sekolah mereka. Tujuannya ialah untuk menjadi yang terbaik di berbagai bidang seni yang diperlombakan dalam FLS2N, khususnya di bidang seni pantomime. Namun dikarenakan cabang perlombaan ini baru diadakan lebih kurang 4 tahun belakangan, tenaga pengajarnya masih kurang di berbagai daerah. Hal ini memaksa guru-guru sekolah tersebut untuk mencari tenaga dari luar daerah, seperti menghubungi institusi seni, yang dipandang lebih memahami seni itu sendiri.
Perlombaan seni pantomime dalam FLS2N ini dilaksanakan dengan waktu yang sangat singkat. Oleh sebab itu sekolah-sekolah dibuat bekerja keras untuk mendapatkan tenaga pengajar di awal bulan Maret setiap tahunnya. Dikarenakan waktu persiapan yang sangat singkat ditambah jadwal perlombaan yang padat, setiap tenaga pengajar yang saya temui umumnya kebanyakan adalah mahasiswa. Meski begitu ada juga di antara para pelatih itu yang merupakan rekan-rekan dari komunitas lain. Baik pelatih yang mahasiswa maupun dari komunitas, umumnya melemparkan keluhan masing-masing, terutama karena merasa beberapa sekolah masih kurang mengimbangi atau bahkan kurang menghargai jasa mereka.
Keluhan umum yang diajukan ialah soal anggaran yang mereka sepakati dengan sekolah, yang terkadang tidak sesuai dengan pengorbanan yang mereka sumbangkan untuk membina setiap sekolah-sekolah tersebut. Mulai dari biaya transportasi, konsumsi, faslitas hingga pelayanan masih tidak sepenuhnya bisa mereka dapatkan dengan baik. Dalam hal tersebut sekolah-sekolah tampaknya cenderung menginginkan harga yang murah namun dengan hasil karya yang sangat bagus. Dari hal tersebut saya memandang telah terjadi ketidak seimbangan pandangan antara sekolah dan pihak pengajar seni pantomime ini.
Tentunya ini adalah hal yang tidak bagus. Atas dasar itu, di sini saya ingin mengkritisi: apakah di antara sekolah-sekolah tersebut tidak mempertimbangkan latar belakang dari para pengajar atau pelatih yang umumnya adalah mahasiswa itu? Untuk bisa mengajar di sekolah-sekolah, ada banyak hal yang mungkin mereka korbankan, dari mulai pikiran, tenaga, waktu, kuliah, dan bahkan mungkin banyak hal penting mereka tinggalkan untuk memenuhi tanggung jawab mereka sebagai pengajar atau pelatih.
Tapi begitulah, nyatanya masih sedikit sekali sekolah yang memperhatikan hal tersebut. Padahal, berdasarkan pengalaman saya sendiri dalam mengajar seni pantomime, ketika kenyamanan tidak didapati, kita sebagai pengajar pun akan menjadi kesulitan untuk menghadirkan imajinasi-imajinasi yang hendak kita ciptakan dalam bentuk karya. Belum lagi kenyataan miris yang dirasakan perihal mental guru-guru, yang kurang memberikan contoh dalam pendidikan, terutama dalam hal mengapresiasi karya seni.
Dalam pengamatan saya, kerap kali penghargaan terhadap nilai kesenian diabaikan, terutama dalam hal hak cipta karya. Umumnya sekolah-sekolah lebih senang mengambil atau mencomot saja karya-karya orang lain, yakni dengan mempelajari dari situs youtube tanpa mengubah sedikitpun konsep yang dibuat oleh yang punya karya. Dalam pandangan saya, mengambil referensi dimanapun itu sah saja, namun harus dengan etika tertentu. Misalnya, dengan tidak mengambil sepenuhnnya konsep karya orang lain itu. Pengambilan inspirasi semacam itu relatif masih bisa diterima, tetapi bukan dengan mengambil sepenuhnnya konsep karya orang lain.
Tantangan dan Harapan Pantomime Di Sumatera Barat
Berdasarkan perkembangan pantomime di Sumatera Barat hari ini, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dan menjadi tanggung jawab bersama di antara penggiat pantomime di Sumatra Barat. Tantangan tersebut di antaranya: pertama, kita harus memperbanyak apresiasi, karena kita masih kurang apresiasi. Dengan kurangnya apresiasi sejauh ini, terdapat beberapa efek, di antaranya ialah tidak berkembangnya warna-warna baru dalam karya-karya pantomime yang ada saat ini, yang sebenarnya dapat sangat bermanfaat untuk mengembangkan seni pantomime itu sendiri ke depannya.
Tantangan kedua, ialah masih kurangnya dukungan pemerintah, yang barangkali timbul karena masih kurangnya apresiasi pemerintah terhadap kesenian pantomime ini. Padahal, dengan hadirnya pemerintah dalam pengembangan seni pantomime di Sumatera Barat, mungkin akan sangat membantu dalam mencari berbagai kemungkinan pengembangan dan memungsian pantomime. Dengan adanya FLS2N selama ini, pemerintah sebenarnya telah dapat mempersiapkan antisipasi dengan cara memberi dan membuka ruang kreatifitas seni pantomime di setiap sekolah-sekolah.
![]() |
Randaimime oleh Buluketekmime,
sebuah usaha eksperimental
menggabungkan pantomime dan randai
|
Dengan begitu, karya pantomime tidak hanya menjadi kesenian yang hanya hadir dalam rangka sebuah iven perlombaan saja, melainkan dapat menjadi seni yang bisa berguna terus-menerus. Dengan cara itu, pantomime dapat turut membangun karakter anak-anak sekolah di Sumatera Barat, yaitu dengan cara membuka ruang ekpresi dan imajinasi yang luas. Hal ini dapat berguna dalam upaya pembentukan karakter anak didik yang cerdas sejak usia dini, yaitu dengan memperkenalkan hal-hal positif kepada mereka dalam bentuk karya seni. Mengingat hal itu, dalam pengamatan saya, sekarang dunia pantomime Sumatera Barat akan dapat menjadi lebih baik untuk ke depannya jika peran serta pemerintah dapat ditingkatkan, misalnya dengan ikut serta mempelopori worsksop dan diskusi pantomime di berbagai sekolah yang ada di daerah-daerah.
Harapan dari saya selaku pegiat pantomime, dengan berkaca pada perkembangan pantomime di Sumatra Barat hari ini, tidak ada ruginya jika kita lestarikan kesenian ini. Sebab, dengan belajar pantomime, kita dapat menghadirkan karakter anak-anak sekolah yang cerdas. Karena bagaimanapun, kita di Sumatera Barat memiliki aset besar dengan hadirnya ISI (Institut Seni Indonesia) Padangpanjang dan beberapa komunitas yang mencoba intens dengan bidang seni yang satu ini. Kita juga bisa berbagi ilmu dengan mendatangkan orang-orang yang memang berkompeten dalam bidang pantomime ini ke Sumatra Barat. Dan harapan terakhir dengan hadirnya pantomime ini di Sumatra Barat, kita akan dapat melahirkan karya-karya seni terbaik, serta dapat melahirkan komunitas-komunitas baru di setiap daerah di Sumatra Barat, yang dapat menjadi kegiatan yang bermanfaat bagi pelajar dan remaja.