Pilih Laman

Kamis, 10 November 2016 | teraSeni~

“The workshop evolves around the question ‘Who are we, when we say I on stage?’ dealing with the question of identity. In various exercises and improvisations, the participants will define the stage as a playing field with rules and tasks, which avoid everyday communication and instead set free unexpected perspectives.”
(Teks Pengantar Lokakarya Teater, oleh She She Pop, 2 Oktober 2016, di Studio Tari, Salihara, Jakarta)

Siapakah kita, ketika kita mengatakan ‘saya’ di atas panggung?, adalah semacam ulikan pertanyaan yang terlilit bersama konsep dan praktik teater dari kolektif pertunjukan She-She Pop, Jerman. Berdasar pertanyaan tersebut jugalah, saya seperti memikirkan kembali, ke-saya-an saya dalam menempatkan diri ketika berada di atas panggung, karena ‘saya’ yang selama ini berpraktik di atas panggung adalah ‘saya-nya peran’, bukan ‘saya-nya saya’. Maka pertanyan selanjutnya adalah, apakah ada ‘sayanya saya’, yang bukan ‘saya-peran’ di dalam teater.

Lokakarya Teater Oleh She-She Pop-teraSeni
Salah Satu Adegan
dalam Pertunjukan Karya
Kelompok She She Pop, Jerman

Pertanyaan ini kembali pada batas-klasik yang ada di dalam sejarah teater, yaitu representasi dan presentasi. Apakah ‘saya’ pada lokakarya ini, menyuruk pada ‘saya’ yang ‘saya-peran’ secara representatif (meniru-ulang orang/peran di luar saya), ataukah pada medan saya yang ‘saya-nya saya’ secara presentatif (menampilkan diri sendiri, tidak menghadirkan siapapun, hanya dirinya).

Kelompok She-She Pop, jika merujuk pada apa yang disebutkan oleh Hans Thies Lehmann (sejarawan teater dan dramaturg) dari jerman, dalam bukunya Postdramatic Theatre yang menyebutkan bahwa di Eropa pasca-1960, (dalam sub-bab: ‘Post-1960’s institutional context, memory, history’), banyak bermunculan sutradara dan kelompok/kolektif teater baru, yang mulai melakukan perubahan moda kerja, dengan beberapa ide-kunci praktik, yaitu: dari kerja theatre studies menjadi kerja performance studies (melibat-lesapkan kenyataan performatif di keseharian/luar panggung sebagai juga bagian pemikiran penciptaan), dari dramatisasi menjadi penciptaan event/peristiwa (bukan lagi menciptakan kejutan teatrikal, tetapi menjadikan panggung sebagai arena-pertanyaan atas konteks), dari memerankan peran menjadi penghadiran diri sendiri, dari keaktoran menjadi performatifitas (semesta teater berubah menjadi semesta pertunjukan; dimana para seniman yang menggunakan tubuh sebagai bagian kerja-nya; aktor, penari, dan performance artist adalah juga bagian dari dinamika perubahan teater pada seni performatifitas).

Lokakarya Teater Oleh She-She Pop-teraSeni
Salah Satu Adegan
dalam Pertunjukan Karya
Kelompok She She Pop, Jerman

Kelompok She-She Pop-pun, yang secara akademis sebagian besar pendirinya (mahasiswa/alumnus) berasal dari Institut für Angewandte Theaterwissenschaft (Applied or Practiced Theatre Studies) di University of Giessen (sekolah yang juga ikut didirikan oleh Hans Thies Lehmman, bersama Andrzej Tadeusz Wirth, ilmuwan dan kritikus teater dari Polandia), dari sekolah tersebut, tumbuh beberapa kelompok yang juga bekerja dengan moda perubahan, dari ‘play-based-pratice’ menjadi ‘research-based-pratice’, diantaranya adalah ; Rimini Protokoll, René Pollesch, dan Showcase Beat Le Mot. Kelompok Rimini Protokoll (Berlin) sendiri pernah berpentas di Indonesia, alih-alih dikenal sebagai group-teater yang memiliki satu sutradara di dalamnya, justru mereka lebih nyaman menamai diri mereka sebagai trio sutradara (Helgard Haug, Stefan Kaegi dan Daniel Wetzel).

Pertunjukan-pertunjukan mereka sendiri lebih seperti ‘well-made concept theatre’, yang sudah diuji-coba dalam laboratorium pertunjukan. 100 % Yogyakarta sendiri, adalah konsep pertunjukan yang sudah terlebih dahulu diukur reaksi konseptual-nya dalam pentas, melalui ; 100 % Berlin, 100 % Vienna, 100 % Zurich, 100 % London, 100 % Tokyo hingga 100 % Melbourne. Sebuah teater-ide yang mengkurasi 100 orang warga di satu daerah/kota tertentu yang dipilih, dengan kerangka kerja yang membiarkan mereka tetap dalam pemikiran mereka seharihari, dan tidak berpretensi melatihkan teknik keaktoran teater pada tubuh mereka, apalagi mengasingkan gestus-gerak tubuh yang keseharian. 100 orang tersebut akan diundang untuk membahasakan, dalam perspektif mereka, tentang kota yang mereka tinggali, dengan pakaian mereka sehari-hari, cara tubuh yang biasa saja, dan juga takaran-dramatik yang bergerak dari pertanyaan-pertanyaan tentang kota yang mereka huni. Ideologi dramaturgi dari kelompok ini adalah menjadikan teater sebagai sarana untuk memungkinkan cara yang tidak biasa dalam memandang realitas.

Lokakarya Teater Oleh She-She Pop-teraSeni
Salah Satu Adegan
dalam Pertunjukan Karya
Kelompok She She Pop, Jerman

Dramaturgi dalam kolektif sutradara Rimini Protokoll menjadi relevan, jika dikaitkan dengan peristiwa ‘Congress of the Society for Theatre Studies’ yang di adakan di Kota Frankfurt dan Giessen, dari tanggal 3 hingga 6 November 2016, yang menyepakati sebuah adagium teater, setelah berlarut-lama melakukan diskusi, debat dan serangkaian rapat-pleno, bahwa teater harus menjadi disiplin kritik, atau menjadikan teater sebagai kritik itu sendiri, makalah inti tersebut sendiri, diberi judul ‘Theatre As Critique’. Bukan kebetulan jika simposium ini, diorganisir oleh mahasiswa/siswi, dosen dan professor dari Applied or Practiced Theatre Studies di University of Giessen, yang memproduksi banyak kelompok teater yang memperlakukan teater sebagai media-kritik, baik kepada konteks yang ada di sekitarnya, maupun kepada medium-teater itu sendiri, untuk selalu dipertanyakan dan dipertimbangkan ulang, apa pentingnya dihadirkan pada hari ini.

She-She Pop mewarisi tradisi teater sebagai kritik, yang kebetulan juga sebagian alumninya berasal dari Applied or Practiced Theatre Studies di University of Giessen, yang meyakini bahwa teater harus selalu beririsan dengan fakta dan kenyataan. Apabila Rimini Protokoll, (dalam konsep 100 % kota-nya) sudah meninggalkan pencanggihan teknik keaktoran, dengan menggunakan 100 warga dalam sebuah kota, sebagai tubuh-pentas yang faktual, dan organik, maka She-She Pop adalah kelompok yang berada dalam lini-estetika teater, yang menggunakan teknik-performativitas tubuh, dan juga kecenderungan ketinampilan ciri skenografis yang kuat.

Pertanyaannya adalah, dimanakah tradisi teater sebagai kritik dalam proses-kerja teater She She Pop, yang misalnya dikait-kaji dengan visi dramaturgi dari Rimini Protokoll, yang memposisikan teater sebagai sarana untuk memungkinkan cara yang tidak biasa dalam memandang realitas.
Kebetulan saya diundang sebagai salah satu peserta workshop, di kegiatan SIP-FEST (Salihara International Performing Arts Festival), dengan She-She Pop sebagai salah satu penampil, dengan sudi membagi-buka-kan ‘dapur-metode-teater’-nya, kepada publik umum. Dalam satu hari workshop yang padat tersebut ( 11:00 – 15:00 W.I.B ), Sebastian Bark dan Berit Stumpf dari She-She Pop bersama-sama dengan peserta mencoba memahami penguraian tahap demi tahap, cara kerja teater She-She Pop.

Lokakarya Teater Oleh She-She Pop-teraSeni
Salah Satu Adegan
dalam Pertunjukan Karya
Kelompok She She Pop, Jerman

Jika Rimini Protokoll lebih dikenal denga trio-sutradara, maka She-She Pop adalah unit-kolektif aktor/performer, yang tidak memiliki sutradara, karena mereka semua adalah penggagas ide atau bisa dikatakan ‘sutradara’, dengan mereka juga sebagai yang melaku-eksekusi-kan gagasan. Tradisi yang terjadi di kelompok ini, seperti yang dikatakan oleh Sebastian Bark, adalah berada di dalam dan berada di luar, artinya dalam beberapa kali latihan, diantara mereka sendiri, akan ada yang keluar dari lingkaran-latihan, berada di luar dan menjadi semacam dramaturg, yang berjarak dan mengamati apa yang selama ini terus tumbuh. Tapi, apa sajakah sebenarnya yang terjadi dalam lingkaran-latihan tersebut, sehingga melahirkan sirkulasi-kerja teater yang tidak membutuhkan satu-orang sutradara permanen, untuk mengkomposisi dinamika pertumbuhan bentuk.

Melalui workshop yang berlangsung pada tanggal 02 Oktober 2016, dari pukul 11:00 sampai 15:00 WIB, di Studio Tari Salihara, Jakarta, kita akan mulai bisa memahami sistem-kerja dari She-She Pop, dan faham mengapa kelompok ini tidak memiliki ‘sutradara’ dalam pengertian teater modern. Saya membagi uraian workshop ini ke dalam tahap kerja-tubuh, yang lebih kepada warming-up play dan tahap kerja-penciptaan, yang juga lebih berbentuk warming-up method, tetapi permainan ini bisa langsung mendorong pelaku dan yang mengamati jalannya permainan, terpancing untuk mengkodefikasi salah-satu bagian latihan, untuk dibawa dan didiskusikan lebih intensif, sebagai cikal-bakal ide pentas selanjutnya. Pada penguraian berikut ini, saya akan memberi istilah tersendiri, untuk masing-masing bagian workshop-nya, jadi ini merupakan tafsir pribadi saya sendiri atas bagian per bagian dari workshop-nya.

The Distance Of Persistance
Pertama-tama para peserta workshop diajak untuk berkumpul dalam satu lingkaran kecil, lalu setiap orang memilih dua orang peserta, yang akan dia jadikan ukuran, untuk selalu berada di antara keduanya, tetapi sang pemilih tidak diperkenankan menyebut kepada para peserta lain, siapakah dua orang yang dipilihnya, hanya dirinya saja yang tahu. Selanjutnya, para peserta dipersilahkan untuk mulai bergerak, dan sang pemilih akan selalu memposisikan dirinya untuk berada di tengah dua orang yang dipilihnya, dengan ukuran jarak posisi, dirinya selalu berada di antara orang pertama dan orang kedua yang dipilih.

Latihan ini akan berhenti hingga semua orang merasa sudah berada di tengah dua orang yang dipilihnya, tetapi ini membutuhkan waktu lama, karena sang pemilih juga adalah yang dipilih oleh sang pemilih lainnya, jadi ketika satu orang sedang bergerak mengikuti dua orang yang dipilihnya, dua orang yang dipilihnya-pun sedang bergerak mengikuti orang lain yang dipilihnya. Namun, meskipun akan terus bergerak dan mencari posisi, akan ada satu momen yang memberhentikan pergerakan si pemilih dan yang dipilih, ini adalah momen persistensi yang akurat, dimana semua posisi jarak sudah seimbang dan saling mengunci ruang-nya masing-masing.

Copy body
Pada bagian ini para peserta dipersilahkan untuk kembali membentuk lingkaran kecil, setiap orang dipersilahkan meng-copy gerakan sepersis-persisnya atas gerak tubuh yang muncul, dari orang yang kita pilih (sistem pemilihannya, yaitu ; dua orang yang di samping kita). Tahap awal dari pemilihan, copy-meng-copy tubuh ini masih benar-benar bersifat fotografis, sepersis-persisnya, dan dengan aturan ruang, yang masih berada di dalam lingkaran kecil, belum keluar dari pola. Tahap kedua, dengan masih berada di dalam lingkaran kecil, tetapi kini masing-masing peng-copy tubuh, bisa menstilasi dan membesarkan gerak-tubuh peserta yang dia copy.

Perhatikan di tahap ini, gelombang perubahan atas stilasi-tubuh masing-masing peserta, bergerak dengan terus bermetamorfosis, dari satu pembesaran tubuh ke pembesaran tubuh yang lain, mengalir dari satu bentuk ke bentuk tubuh yang lain, karena setiap tubuh yang sedang mengcopy dan menstilasi gerak tubuh orang lain, dirinya/tubuhnya-pun sedang dicopy oleh tubuh yang lain, dan orang lain yang sedang meng-copy tersebut-pun, sedang dicopy dan distilasi juga gerakannya oleh orang lain.

Pola gelombang ini berarak-beriringan, membesar-mengecil, mengembang-mengempis, begitu seterusnya, menciptakan arus gerak yang asing, ganjil namun presisif dan penuh intensional. Gerak selanjutnya adalah keluar dari lingkaran permainan; dipicu oleh satu orang yang mulai bergerak dan keluar dari lingkaran, kini sistem kinetiknya menyebar dan keluar dari lingkaran, namun tetap dengan aturan gerak yang sama seperti pada tahap di dalam lingkaran. Proses copy dan stilasi tubuh ini akan berhenti sampai semua berhenti, artinya si orang pertama-penggerak yang tak terlihat, yang memulai gerakan copy-mengcopy ini harus berhenti lebih dahulu, namun masalahnya adalah kita tidak tahu siapakah orang-pertama tersebut, dan permainan ini akan berhenti ketika si penggerak pertama ditemukan, selama belum ditemukan, maka copy-stilasi tubuh-pun akan terus bergerak dan berkembang dengan sendirinya.

‘Teater-Pengakuan’/’confession theatre’
Kali ini workshop dalam sesi ‘phyisical/body play’ dicukupkan sekian. Workshop-pun berpindah pada permainan yang lebih membukakan kepada kita kerja-metodis teater dari She-She Pop. Saya sendiri menyebut tahap permainan ini dengan nama teater-pengakuan/’confession theatre’. Cara kerja-nya sendiri pertama-tama adalah dengan membagi lantai-latihan menjadi tiga garis, yaitu garis belakang, tengah dan depan. Garis pertama (paling belakang) adalah garis netral/tidak setuju, garis kedua (di tengah) adalah garis setuju, garis ketiga (paling depan) adalah garis pertanyaan. Seluruh peserta pada awalnya akan berada di garis-belakang, picu permainan akan bekerja, ketika salah satu dari peserta maju menuju garis paling depan (garis pertanyaan), dan ketika berada di garis ini, peserta tersebut harus mengajukan satu pertanyaan kepada peserta lain (yang ada di belakang).

Beberapa contoh pertanyaan, misalnya: beberapa dari kita bosan dengan pasangan sendiri, beberapa dari kita tidak percaya dengan institusi pernikahan?: beberapa dari kita membenci presiden di negaranya?; beberapa dari kita membenci pengalaman masa kecil-nya?; beberapa dari kita menyukai pasangan sahabat-nya sendiri? Beberapa pertanyaan tersebut, adalah yang juga terungkapkan pada saat saya mengikuti workshop. Aturan bertanya-nya sendiri tidak dibatasi oleh batasan tematik pertanyaan, dia bisa leluasa menyerang pada tema yang sangat pribadi, tersembunyi, atau bahkan bisa sangat publik, politik dan radikal sekaligus.

Aturan yang berlaku hanyalah ketika akan bertanya, wajib mengawali dengan kalimat ‘beberapa dari kita’, untuk menyatakan bahwa sang penanya-pun selain bertanya kepada orang lain, juga pertanyaan tersebut tertuju pada dirinya. Para peserta lain menjawabnya dengan cara maju menuju garis-setuju, jika menyetujuinya, dan jika tidak setuju, maka bertahan di garis awal (di belakang), permainan akan berlanjut dengan hilir-mudik ke depan dan ke belakang, antara yang maju mengajukan pertanyaan dan yang setuju dan yang tidak setuju. Tahap ini adalah tahap pertama ‘confession theatre’ yang berupa warming-up, dan belum diimbuhi dengan teknik-pentas atau show-thing.

Tahap selanjutnya adalah ‘confession-theatre’ yang diimbuh-bumbui oleh intervensi musik dan gerak. Kali ini ada seorang penentu-dramatik yang bertugas untuk memberi musik pada momen-permainan yang dianggapnya krusial dan cocok untuk diintervensi oleh musik. Aturannya sendiri adalah ketika ada seseorang yang mengajukan pertanyaan, seperti misalnya: beberapa dari kita tidak rela ditinggalkan oleh ibunya? Lalu ada dua orang yang maju dan sepakat dengan pertanyaan si penanya, berkumpul dan berjejer di garis-setuju, di titik inilah penentu-dramatik memutar musik yang sendu dan gelap (aturan musik-nya berbanding sama dengan kualitas emosi dari isi pertanyaan), dan dua orang yang sepakat atas ketidak relaan ditinggal mati oleh ibunya masing-masing, haruslah bergerak bersama.

Catatan gerak di momen ini adalah bahwa kedua-duanya/orang yang berada di garis sepakat tersebut, geraknya harus benar-benar serupa dan presisif, latihan di sesi copy-body sebelumnya akan lebih membantu, dan catatan gerak lainnya adalah bahwa ketika musik mulai memasuki momen bergerak, yang berada di momen tersebut haruslah benar-benar merasakan pertumbuhan tahap demi tahap pertumbuhan arsitektur gerak. keduanya tidak langsung membentuk desain visual kinetik, tetapi dari tanpa bentuk, lalu perlahan-bergerak, dan mulai beriring-rupa dengan dinamika ketuk maupun tempo musik.